Jumat, 09 Maret 2012

Tugas Mata Kuliah Prosa, Fiksi dan Drama


 PROSA, FIKSI DAN DRAMA

“TUGAS INDIVIDU”






DISUSUN OLEH
ANNISA PARAMITA


NPM   : 106211993


DOSEN PENGAMPU
DARUSMAN, AR., M.Pd

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU


 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.         Latar Belakang  Makalah
Adapun yang melatar belakangi penulis yakn, penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang perbedaan fakta dengan fiksi, kajian paradigmatik dan sintagmatik, dan menganalisis penokohan melalui analitik dan dramatik. Dalam makalah ini penulis membahas dengan memberikan contoh yang diambil dari beberapa novel agar mudah dalam menganalisisnya.

1.2.          Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulis menyusun makalah ini adalah untuk memahami lebih dalam tentang unsur-unsur yang terdapat dalam novel, penganalisisan novel, serta kajian yang terdapat dalam novel.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1.        Membedakan  Fakta dan Fiksi dengan Sebuah contoh
Fakta dianggap sebagai saudara kembar fiksi, atau fiksi diperlakukan sebagai adik kandung fakta. Sebuah kenyataan, segala sesuatu yang pernah ada atau peristiwa yang sungguh terjadi dan dapat dibuktikan kebenarannya, itulah yang disebut fakta. Ia harus ada dan pernah terjadi. Jika kemudian ternyata tak sesuai dengan kenyataan, tak pernah ada, dan peristiwa itu belum terjadi, maka fakta itu harus kita tolak. Fakta itu tidak benar.
Fakta bergantung dari cara pengolahannya, bagaimana dan untuk tujuan apa ia disampaikan. Jika tujuannya menipu atau menghapusi sesuatu, maka itu disebut kebohongan. Ia bukan fakta. Tetapi, jika fakta itu mengalami pengolahan imajinatif, memasukkan intelektualitas, membangun sebuah dunia yang koheren, dan menciptakan sebuah kehidupan imajiner, maka itulah yang disebut fiksi. Ia sangat mungkin sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, tetapi boleh jadi pula sekadar rekaan yang memanfaatkan fakta sebagai bahan dasarnya. Ini artinya, fakta telah mengalami proses rekayasa, sehingga tidak lagi bersifat faktual, melainkan fiksional.
Fakta dalam sebuah cerita meliputi karakter (tokoh cerita), plot, dan setting. Ketiganya merupakan unsure fiksi yang secera factual dapat dibayangkan peristiwanya, eksistensinya, dalam sebuah novel. Ketiga unsure ini harus dipandang sebagai satu kesatuan dalam rangkaian keseluruhan cerita, bukan sebagai sesuatu yang berdiri sendiri dan terpisah satu dengan yang lain.
Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa fiksi bisa berupa fakta yang diberi imajinasi oleh sipengarang, fiksi  juga diartikan sebagai cerita yang berdasarkan rekaan atau imajinasi sipengarang. Dan fakta adalah kenyatan yang benar terjadi dalam cerita itu. Fakta juga merupakan unsur fiksi.
Misalnya dalam novel “Belenggu”, novel ini termasuk karya fiksi. Karena, cerita “Belenggu” ini tidak benar-benar terjadi melainkan hanya rekaan atau imajinasi pengarangnya saja (hanya imajinasi Armijn Pane). Sedangkan fakta dalam cerita ini adalah sebagai berikut:
1.    Karakter (tokoh cerita) yang terdapat dalam novel ini seperti tokoh Dokter Sukartono, Tini, Nyonya Eni alias Yah, karno, Hartono, dan lain-lain.
2.    Plot (alur) dalam novel ini, memakai alur bolak-balik atau maju-mundur. Karena, pertama pengarang menceritakan masalah rumah tangga Dokter sukartono dengan Tini dan bertemu dengan pasien yang bernama Nyonya Eni. Kemudian pengarang menceritakan tentang masa lalu Dr. Sukartono dengan Nyonya Eni, lalu kembali lagi dengan kehidupan Dr. sukartono pada masa sekang yang akirnya bercerai dengan Tini dan juga tidak bersama Nyonya Eni.
3.    Setting yang terdapat dalam novel belenggu dangat beraneka ragam, misalnya setting tempat, ada kalanya di rumah Dr. Sukartono, hotel tempat tinggal Nyonya Eni alias Yah, pantai, dan sebagainya.

2.2.        Analisis Penokohan Berdasarkan Teknik Analitik dan Teknik Dramatik

2.2.1.    Teknik Analitik
Pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kedirinya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan juga cirri fisiknya.
Kutipan berikut merupakan contoh teknik analitik yang diambil dari novel terjemahan yang berjudul “The Empath”. Dalam novel ini pengarang mendeskripsikan tokoh utamanya mulai dari kalimat pertama cerita. Pengarang menceritakan siapa Nicolas (tokoh utama), keadaan Nicolas saat itu serta bagaimana kesetiaan Nicolas terhadap kawanannya.

Kematian denagan taring dan cakar panjang mengejarnya.
Musuh memburunya. Nicolas, sang prajurit terkuat. Pejuang terbaik dalam kawanannya. Anggotanya yang diasingkan.
Nicolas Keenan menengadahkan moncongnya, mengendus angin. Menangkap bau pemimpin kawanannya menandai pohon ek terdekat. Tubuh srigalanya menegang dengan kerinduan. Kawanan. Rumah. Keluarga.
Tapi ia sudah tidak lagi memiliki keluarga. Meskipun diam-diam ia terus berpatroli di wilayah itu, melindungi kawanannya, dan meskipun kesetiaan Nicolas tidak akan pernah luntur, ia sudah dibuang kawanannya.
Ia adalah Draicon, manusia srigala yang dulu menggunakan magick untuk mempelejari bumi dengan segala keajaibannya. Kini, diburu oleh Morph yang lebih kuat, dengan putus asa mereka menggunakan kekuatan itu untuk berusaha menyelamatkan diri.
…………
(The Empath, 2009: 7)

Teknik pelukisan tokoh seperti diatas bersifat sederhana. Hal ini merupakan kelebihan teknik analitik tersebut. Pengarang dengan cepat dan singkat dapat mendeskripsikan kedirian tokoh ceritanya.
Kedirian tokoh yang dilakukan secara langsung oleh pengarang akan berwujud penuturan yang bersifat deskriptif pula. Hal ini yang menyebabkan pembaca akan dengan mudah memahami ciri-ciri kedirian tokoh tanpa harus menafsirkannya sendiri dengan kemungkinan kurang tepat. Namun, hal ini pulalah yang dipandang orang sebagai kelemahan teknik analitik ini. Karena, kedirian tokoh dideskripsikan secara jelas, sehingga pembaca seolah-olah kurang didorong untuk ikut serta dan kurang diberi keempatan memberikan tanggapannya.
2.2.2.   Teknik Dramatik
Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang di tampilkan pada drama, dilakukan secara tidak langsung.Artinya pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kedirianya sendiri melalui berbagai aktifitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.
Kelebihan teknik dramatik yang lain adalah sifatnya yang lebih sesuai dengan situasi kehidupan nyata. Wujud penggambaran teknik dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, anta lain sebagai berikut:

a)    Teknik Cakapan
Percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk mengagambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan. Bentuk percakapan dalam sebuah karya fiksi, khususnya novel, umumnya cukup banyak, baik percakapan yang pendek maupun yang (agak) panjang.

b)   Teknik Tingkah Laku
Teknik tingkah laku menyarankan pada tindakan yang bersifat nonverbal, fisik. Apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dapat dipandang menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat kedirinya.

c)    Teknik Pikiran dan Perasaan
Bagaimana keadaan dan jalan pikiran serta perasaan, apa yang melintas di dalam pikiran dan prasaan. Serta apa yang sering dipikirkan dan dirasakan tokoh, dalam banyak hal mencerminkan sifat-sifat kediriannya jua. Teknik pikiran dan prasaan dapat ditemukan dalam teknik cakapan dan tingkah laku.
d)    Teknik Arus Kesadaran
Teknik arus kesadaran berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan. Keduanya tak dapat dibedakan secara pilah, bahkan mungkin dianggap sama karena memang sama menggambarkan tingkah laku batin tokoh.

e)    Teknik Reaksi Tokoh
Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata, dan sikap-tingkah-laku orang lain, dan sebagainya yang berupa “rangsang” dari luar diri tokoh yang bersangkutan.

f)     Teknik Reaksi Tokoh Lain
Reaksi tokoh(-tokoh) lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar dan lain-lain.

g)    Teknik Pelukisan Latar
Suasana latar sekitar tokoh juga sering dipakai untuk melukiskan kediriannya. Pelukisan suasana latar dapat lebih mengintensifkan sifat kedirian tokoh seperti yang telah diungkapkan dengan berbagai teknik yang lain.

h)    Teknik Pelukisan Fisik
Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan keadaan kejiwaannya, atau paling tidak, pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan adanya keterkaitan itu.
Dari beberapa teknik diatas penulis akan membahas teknik cakapan dan teknik tingkah laku dengan menggunakan contoh, sebagai berikut,
(1)  Teknik cakapan

“Nicolas? Apa yang ada di luar sana?”
………
“Duduklah, Meggie.” Nicolas menuntun wanita itu ke sofa empuk bermotif  bunga. Meggie duduk, terlihat agak goyah.
“apa yang tadi menyerah pintumu, dan sudah aku tangani, adalah makhluk yang dinamakan Morph. Makhluk yang dapat berubah bentuk.”
Meggie memberinya tatapan kosong. Nicolas menereuskan. ”Makhluk itu menggunakan ilmu magick hitam untuk berubah  wujud menjadi binatang apa pun dan mencari mangsa untuk dihancurkan. Makhluk mereguk energy dan rasa takut dari korban mereka yang sekarat. Mereka membutuhkan energi konstan untuk tetap hidup dan melakukan magick. Semakin lama korbannya mati, atau semakin banyak rasa takut yang dihasilkan sang korban, semakin banyak makanan utuknya.”
Nicolas berhenti, mengamati kesangsian yang terbit di kedua mata Maggie. “makhluk itu mengincarmu, Maggie.”
Maggie mengusap-usap dahinya. “aku pasti sudah mabuk. Apa tadi kau bilang makhluk yang dapat berubah bentuk?”
“Morph. Mereka berubah wujud menjadi binatang yang berbeda-beda”
……….
(The Empath, 2009: 73-74)

(2)  Teknik tingkah laku
Tidak seperti biasa, hari ini aku pulang lebih awal. Aku sengaja tidak bergantung tidak bergantung dengan teman-teman sesuai belajar. Aku ingin menampilkan perubahan sikapku dihadap bapak dan ibu bahwa aku mampu menjadi anak yang menyenangkan. Bukankah selama ini aku lebih sering menjengkelkan hati mereka? Aku selalu pulang sore, bahkan malam. Alas annya aku belajar di rumah Roy karena ada PR yang tidak bida kukerjakan sendiri atau ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah yang tidak bisa kutinggalkan.
…………………
(Sebuah Episode, 2008: 11)

2.3. Rangkaian Peristiwa (Alur) Berdasarkan Kajian sintagmatik dan Paradigmatik

sintagmatik adalah hubungan unsur-unsur kebahasaan yang muncul dalam satu urutan sesuai dengan linearitas bahasa.
kata-kata yang memiliki salah satu segi persamaan dapat berasosiasi dalam pikiran. Dengan demikian, terbentuklah kelompok kata-kata yang memiliki hubungan berbeda-beda. Hubungan jenis ini disebut hubungan paradigmatic. Hubungan paradigmatik berada dalam pikiran, merupakan kemampuan pribadi seseorang dalam memakai bahasa
Dalam suatu karya naratif terdapat tiga tataran, yaitu (1) tataran fungsi-fungsi; (2) tataran tindakan; dan (3) tataran penceritaan. Masing-masing tataran terikat satu sama lain sesuai dengan cara berintegrasi yang progresif. Artinya, bahwa suatu fungsi hanya memiliki arti apabila ia mendapat tempat dalam tindakan umum yang dilakukan oleh actant, dan tindakan ini pun baru memperoleh arti apabila diceritakan, dimasukkan dalam suatu wacana yang memiliki kode tersendiri.
unsur-unsur yang mempunyai hubungan sintagmatik dibedakan menjadi dua kategori, yaitu (1) fungsi-fungsi utama dan (2) katalisator. Yang pertama merupakan tulang punggung cerita, yang memiliki hubungan kronologis dan logis. Sedangkan yang kedua merupakan unsur-unsur yang hanya berperan melengkapi. Katalisator hanya dapat memiliki hubungan kronologis saja antara satu dengan lainnya, dan biasanya terdapat pada urutan peristiwa.
Unsur-unsur yang memiliki hubungan paradigmatik bersifat integratif. Unsur-unsur itu tidak mengacu pada suatu tindakan pelengkap atau suatu akibat. Akan tetapi, unsur-unsur tersebut akan mengacu pada suatu konsep yang kurang lebih menyebar. Walaupun demikian, unsur-unsur tersebut sangat penting bagi makna cerita. Oleh karena itu, unsur tersebut dapat dikatakan mencakup semua indeks, misalnya tentang sifat tokoh, identitasnya, ataupun mengenai suasana. Barthes membagi atau membedakan indeks menjadi dua kategori, yakni (1) indeks utama dan (2) informan. Indeks utama menerangkan sifat-sifat tokoh, identitasnya, perasaannya, sifatnya, filsafatnya, dan lain sebagainya. Sedangkan informan menjelaskan tentang waktu dan tempat. Indeks biasanya bersifat implisit sehingga perlu diuraikan, sedangkan informan umumnya dinyatakan secara eksplisit.


BAB III
PENUTUP

3.1.         Kesimpulan
1.    Fiksi adalah cerita yang berdasarkan rekaan atau imajinasi sipengarang. Dan fakta adalah kenyatan yang benar terjadi dalam cerita itu. Fakta juga merupakan unsur dari fiksi.
2.    Teknik analitik adalah tektik pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Dan teknik dramatik mirip dengan yang di tampilkan pada drama, dilakukan secara tidak langsung.Artinya pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh.
3.    sintagmatik adalah hubungan unsur-unsur kebahasaan yang muncul dalam satu urutan sesuai dengan linearitas bahasa. Dan Hubungan paradigmatik berada dalam pikiran, merupakan kemampuan pribadi seseorang dalam memakai bahasa


DAFTAR PUSTAKA

Nurgiantoro, Burhan. 2010. Teoro Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University          Perss
Safnas, Hanum. 2008. Sebuah Episode Novel. Jakarta: Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Pane, Armijn. 1992. Belenggu. Jakarta: Dian Rakyat
Vanak, Bonnie. 2007. The Empath.             : Harlequin Enterprises (Terjemahan dalam Bahasa Indonesia oleh Elliyanti Jacob Saleh. 2009. Sang Empath. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama)
http://jabrohim.wordpress.com/kuliah-4-kajian-prosa-fiksi-dan-drama-ii/
http://mahayana-mahadewa.com/fakta-dan-fiksi-pertalian-sastra-dan-sejarah/




Tidak ada komentar:

Posting Komentar