BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Latar belakang kami membuat makalah ini adalah untuk memperdalam penetahuan kami tentang “Penulisan Puisi”, agar ketika kami membuat puisi tidak mengalami kesulitan. Selain dari itu, latar belakang kami menyusun makalah ini karena sebagai calon guru Bahasa Indonesia tentunya harus memahami tentang bagaimana penulisan puisi.
1.2. Tujuan
Tujuan kami menyusun makalah ini adalah untuk menambah wawasan kami sebagai calon guru, dan juga untuk memnerikan pengetahuan lebih tentang Penulisan Puisi kepada pembaca. Selain dari itu, untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen yang memberikan mata kuliah Puisi ini.
BAB II
PEMBAHASAN
PENULISAN PUISI
2.1. Tahap-Tahap dalam Proses Penulisan Puisi
Sebelum seorang penyair berhasil menciptakan sebuah puisi, maka pada umumnya akan melewati sejumlah tahap. Utami Munandar (1993) menyimpulkan ada empat tahap dalam proses pemikiran kreatif, keempat tahap tersebut adalah:
a. Tahap Persiapan dan Usaha
Pada tahap persiapan dan usaha seseorang akan megumpulkan informasi dan data yang dibutuhkan. Makin banyak pengalaman atatu informasi yang dimiliki seseorang mengenai masalah atau tema yang digarapnya, makin memudahkan dan melancarkan pelibatan dirinya dalam proses tersebut.
Gagasan atau ide puisi dapat juga dicari secara sengaja dari lingkungan sekitar kita, misalnya Anda akan menulis puisi yang berhubungan dengan kehidupan seorang anak kecil penjaja koran yang harus membiayai sekolahnya sendiri. Setelah menentukan masalah tersebut, Anda akan melakukan pengamatan di lapangan. Atau ide puisi Anda muncul ketika di lapangan melihat seorang anak kecil penjaja koran. Sebelum Anda berhasil mengekspresikan kedalam sebuah puisi biasanya hal tersebut akan tetap ada dalam obsesi (beban pikiran) Anda. Obsesi tersebut akan dimatangkan dalam tahap inkubasi.
b. Tahap Inkubasi atau Pengendapan
Pada tahap inkubasi atau pengendapan, setelah semua informasi dan pengalaman yang dibutuhkan serta berusaha dengan pelibatan diri sepenuhnya untuk menimbulkan ide-ide sebanyak mungkin, maka biasanya diberlakukan waktu untuk mengendapkan semua gagasan tersebut diinkubasikan dalam alam prasadar, yaitu semua pengetahuan dan pengalaman relevan yang pernah diperoleh, tetapi tidak diingat lagi secara sadar (Munandar, 1993). Dalam tahap ini Anda akan menggunakan empati bagaimana seandainya Anda sendiri yang mengalami nasib menjadi penjaja koran itu.
c. Tahap Iluminasi
Setelah Anda mengalami tahap inkubasi anda akan mencoba mengekspresikan masalah tersebut dalam sebuah puisi. Tahap inilah yang disebut tahan iluminasi. Dalam mengekspresikan idea tau gagasan puisi dibutuhkan keterampilan bahasa karena bahasalah yang akan Anda gunakan sebagai media ekspresi.
Pada tahap iluminasi atau mengekspresikan gagasan atau ide dalam karya puisi, ada hal yang harus kita perhatikan, yaitu berkaitan dengan sifat ekspresi puisi yang secara karakteristik berbeda dengan prosa. Selain itu juga kadar kepadatan ekspresinya. Ekspresi puisi bersifat padat sedangkan prosa tidak. Contohnya sebagai berikut:
(1) Kibaran koran sore di tanganmu
betapa indah dan memanggil-manggil
meraka yang menunggu bis penjemput ke entah
(2) Dengan cetakan anak kecil itu melambai-lambai-
kan koran sore yang dibawanya kepada orang-orang
yang berdiri menunggu datangnya bis di terminal
itu. Beberapa orang tertarik untuk membelinya.
Ada yang karena sekedar kasihan dengan si anak.
Tetapi ada juga yang karena ingin mengetahui
Berita sore itu.
Dari dua contoh diatas, dapat kita rasakan bahwa contoh (1) memiliki ekspresi yang lebih padat dari pada contoh (2), sehingga dapat dikatakan (1) contoh puisi dan (2) contoh prosa.
d. Tahap Verifikasi
Ketika seorang penulis melakukan penilaian secara kritis terhadap karya sendiri. Bila perlu, karya tersebut dapat dimodifikasi, direvisi, sitambah, atau dihilangkan baguan-bagian yang tidak sesuai menurut perasaannya. Tujuan dari verifikasi adalah untuk menghasilkan suatu karya yang siap untuk dikomunikasikan.
2.2. Penulisan Puisi
a. Penulisan Puisi Anak-Anak
Orang biasanya menggolongkan anak-anak dalam kelompok usia prasekolah sampai dengan sekitar dua belas sampai lima belas tahun atau sampai mereka ditingkat sekolah menengah. Usia mereka memiliki hubungan yang sangat erat dengan dunia, minat, cakrawala, pola piker, serta kemampuan bahasanya. Hal itulah yang akan berpengaruh dalam aktivitas tulis-menulis, termasuk penulisan puisi oleh karena itu, kalau kita bicara tentang puisi anak-anak kita harus memperhatikan hal-hal tersebut.
Untuk mengetahui karakteristik puisi anak-anak, perhatikan dua kutipan berikut yang diambil dari kutipan puisi Sejuta Pohon di Yogyakara (1994), yang merupakan puisi tingkat SD dan SMP.
Devi Catur Pawestri
Kelas 1 SD, 7 Tahun
Jam
Aku punya jam baru
Hadiah dari ibu
Karena aku rangking satu
Jamku warnanya biru
Selalu menemani tidurku
***
Dari conoh puisi anak tersebut kita dapat melihat bahwa bahasa yang digunakan untuk mengekspresikan puisi tersebut masih amat sederhana, puisi yang dibuat oleh Catur bercerita tentang jam barunya. Cerita tersebut memang dapat disampaikan secara prosa, tetapi Catur menyampaikannya dalam tipografi puisi. Puisi tersebut sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
Meningkat usia anak juga mempengaruhi luasnya wawasan dan keterampilan penggunaan bahasa dalam puisi anak. Puisi tersebut sudah mengekspresikan dengan menggunakan pilihan kata yang puitis, bahasa kiasan, serta gaya bahasa.
Fransisca Andriana Titi Rosari
Kelas VI SD, 11 Tahun
Sejuta Pohon di Yogyakarta
Benih tlah kami tabur
tunaspun tumbuh subur
menumbuhkan hapan kita
Hijau-hijaulah kotaku
mengiringi deru teknologi
membangun Yogyakarta rindang berhati
sejuta benih kami tabur
sejuta tunas tlah tumbuh subur
sejuta harap kita bangkitkan
membangun Yogyakarta tercinta
Dalam puisi ini telah menggunakan metafora: hijau-hijaulah kotaku/mengiringi deru teknologi, personifikasi: sejuta harap kita bangkitkan/membangun Yogyakarta tercinta, juga hiperbola dan repetisi pada:
sejuta benih kami tabur
sejuta tunas tlah tumbuh subur
sejuta harap kita bangkitkan
untuk mebuktikan bahwa puisi anak-anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan puisi remaja dengan orang dewasa, bandingkan contoh berikut:
Puisi Remaja
Rivia Handayani
Triping
Triping
diiringi house music
dan gemerlap lampu
berjingkrak bergoyang
tak sadarkan diri
Maksud hati tlah tercapai
lupakan segala masalah dan halusinasi
menggapai kegembiraan tiada tara
Rasa takut ketinggalan zaman
sirnalah sudah
Tanpa sadar jiwa terancam
karena sebutir ecstasy
(Dikutip dari majalah Horison, Desember 1996)
Puisi Orang Dewasa
Sapardi Djoko Damono
Cermin
Cermin tak pernah berteriak, ia pun tak pernah
meraung, tersedan, atau terisak
meski apapun jadi terbalik di dalamnya,
barang kali ia hanya bisa bertanya:
mengapa kau seperti kehabisan suara
(Dikutip dari Sihir Hujan, 1984)
Anda dapat melihat bahwa puisi remaja yang ditulis oleh Rivia, menggambarkan kehidupan yang dialami para remaja. Puisi tersebut menggunakan ekspresi langsung dan bahasa denotatif. Hal itu berbeda dengan puisi Sapardi Djoko Damono. Walaupun semua kata dalam puisi Sapardi kita kenal, tetapi disitu digunakan personifikasi (untuk cermin) sehingga berpengaruh terhadap makna puisi. Ada ekspresi yang bersifat tak langsung dalam kontak antara si aku dengan cermin.
Dari contoh puisi anak-anak dan perbandingan dengan puisi remaja serta puisi orang dewasa. Kita dapat mnyimpulkan puisi anak pada umumnya memiliki ciri:
1. Masalah sesuai dengan dunia dan pola piker anak-anak, seperti sekolah, pemujaan terhadap guru dan orang tua;
2. Ekspresi cendrung langsung.
3. Bahasa denotatif;
4. Singkat;
5. Unsure kepuitisan dicapai lewat ulangan kata dan bunyi.
b. Penulisan Puisi Remaja
Mereka yang digolongkan remaja biasanya berkisar pada usia kurang lebih enam belas tahun sampai lima belas tahun atau mereka yang duduk si SMP akhir sampai perguruan tinggi. Pada kelompok usia ini mereka mulai tertarik pada masalah cinta murni. Cinta diantara laki-laki dan perempuan yang suci bersih yang kadang hanya timbul dalam perasaan saja (Siwar 1984). Hal ini tentu sesuai dengan perkembangan psikologis mereka pada usai remaja. Oleh karena itu puisi remaja pun banyak berbicara masalah cinta, seperti tampak pada contoh berikut.
M.I. Irwan T.
Kata Hati
Maafkanlah aku...
Bila aku membuatmu
Merasa terganggu
Dengan kehadiranku…
Di dalam hati, aku…
Aku mencintaimu
Dengan sepenuh hatiku
Dengan sepenuh jiwa ragaku…
Hanya kepadamu…
Berada di dekatmu..
Merasakan belaian kasih sayingmu..
Merasakan kebaikan cintamu
Kepadamulah kuserahkan jiwaku…
Hidup matiku di tanganmu…
Maafkan aku
Cintaku…hanya untukmu…
(dikutip dari majalah Horison, Desember 1996)
Berbeda dengan anak-anak, remaja sudah tidak lagi memuja guru-gurunya di sekolah, tetapi memuja kekasihnya, seperti dapat dilihat dalam puisi Irwan tersebut. Tema atau masalah puisi remaja tidak hanya dimonopoli oleh masalah cinta, tetapi masalah lain yang berkaitan dengan kehidupan mereka, misalnya masalah kehidupan remaja yang suka disco. Tema puisi remaja pun mulai beragam, baik yang berkaitan dengan diri mereka, seperti masalah cinta, lingkukan, renungan tentang kehidupan dan maut dalam hubungannya dengan Tuhan, maupun kepedulian terhadap peristiwa di sekitarnya. Contoh puisi berikut menunjukkan hal itu.
Ridianto Asehari
Akhir Dosa
Tuhan
Mengapa Kau buat dunia semakin fana
Mengapa Kau buat orang-orang berlumur dosa
Mengapa Kau buat orang kecil sengsara
Mereka yang tidak tahu apa-apa
Menjadi korban ambisi yang gila
Perang Bosnia,
Pemberontakan Grilia?
Apakah itu suatu ujian?
Kapan semua ini berakhir?
Apakah dunia bersih dari dosa?
Seperti sejak Kau ciptakan semula.
(Dikutip dari Sejuta Pohon di Yogyakarta, 1994)
Ririn Utami Wahyu Sumanto
Maut
Dia datang tak diundang
Dia datang untuk akhiri segalanya
Dia datang tiada pernah yang tahu
Dia datang untuk jemput jiwamu kembali
Kemana pun kau lari
Di mana pun kau bersembunyi
Kau takkan bisa lepas dari-Nya
Karena takdirmu telah tiba
Dia datang untuk akhiri ceritamu
Segala yang ada padamu
Kini tiada arti lagi
Dia datang untuk jemput jiwamu
Dalam tidurmu yang abadi
Dengan berbekal iman dan taqwa
Kau akan sendiri
Tiada yang temani tidur panjangmu
Dia datang karena takdirmu telah tiba
Kita ceritamu telah berakhir
Ini kau tidur tanpa daya
Tidur dengan jiwa yang kosong
Sekarang perhatikan ekspresi yang digunakan dalam sejumlah puisi remaja tersebut. Pada umumnya mereka masih menggunakan ekspresi yang bersifat langsung. Bahasa kiasan yang digunakan masih dalam taraf sederhana sehinga mudah untk dipahami. Seperti “Maut’ yang dipersonofikasikan sebagai manusia yang akan datang menjemput manusia.
Kalau kita simpulkan karakteristik puisi remaja, sebagai berikut:
1. Tema-tema yang diolah beragam, mulai dari masalah cinta, pergaulan dalam dunia remaja, kehidupan terhadap lingkungan dan keadaan sekitarnya, sampai renungan kehidupan dan kematian.
2. Ekspresi cenderung bersifat langsung.
3. Penggunaan bahasa kiasan dalam taraf sederhana.
4. Makna puisi mudah dipahami.
5. Dibandingkan puisi anak-anak yang singkat, puisi remaja lebih panjang.
c. Penulisan Puisi Dewasa
Penyebutan puisi dewasa sebetulnya tidak lazim kerena biasanya puisi yang ditulis oleh orang (penyair) dewasa hanya disebut puisi saja. Dengan demikian penyebutan tersebut hanya dalam konteks pengajan puisi di sekolah dan dalam rangka membedakan dengan puisi anak-anak dan remaja.
Puisi orang dewasa cenderung memiliki ciri stuktur yang lebih kompleks. Baik ekspresinya maupun bahasanya. Coba amatilah penggunaan bahasa, ekspresi, dan makna puisi berikut ini:
Bintang Kemukus
Bintang kemukus
lewat, layu lenyap
Hampir tak terluhat
isyarat itu
Mengapa engkau terkesiap: wabah
atau ketakutan
yang menunggumu, yang menunggumu?
Tidak. Tidak. Tidak.
Hidup hanya sehimpun headline
ketika kita lewat terbaca
huru-hara yang habis di halaman lain
di sebuah dunia, kita tak tahu lagi di mana
(Goenawan Mohamad, 1992)
Puisi diatas ini menggambarkan bagaimana manusia menghadapi datangnya isyarat bencana, yang memang bisa dialami manusia, disampaikan Goenawan Mohamad dengan memanfaatkan bahasa kiasan dan simbol Bintang kekumus, dalam kepercayaan orang Jawa dikaitkan dengan isyarat bencana yang akan datang. Dengan simile Goenawan menyamakan hidup dengan sehimpunan headline, yakni berita utama dalam surat kabar, untuk mengatakan apa yang dialami manisia dimana saja sama.
BAB III
KESIMPULAN
Sebelum seseorang dapat menulis puisi, maka ia akan melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebuat adalah:
1. Tahap persiapan dan usaha;
2. Tahap inkubasi atau pengendapan;
3. Tahap iliminasi;
4. Tahap verifikasi.
Dalam penulisan puisi dibagi atas beberapa jenis, jenis ini ditentukan oleh tingkat usia penulis. Jenis-jenis puisi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penulisan puisi anak-anak;
2. Penulisan puisi remaja;
3. Penulisan puisi dewasa.